Rabu, 02 Agustus 2017

A Little Rest Between 2nd and 3rd Semester : Hunger Games Preparation.

Well, hello again!

Actually I decided to write more intense here. But I don't know what's going to happen next. Ehe.
For now, maybe I want to share about my experience for being a student of Indonesian Literature Departement, Faculty of Humanities, Airlangga University.
Two semesters has passed, and now I'm about to begin the 3rd semester. First of all, before the students enter the "new chapter" of their lecture, they have to input some courses that they want to take in the KRS. This may looks simple, but actually, it's the real beginning. Last semester's KRS-time totally felt like Hunger Games, especially when some of the students didn't get the class that they want. It felt like we saw the fallen tribute in Cornucopia, just right at the first hour when it began.

Tomorrow is my 2nd KRS time, and it's for my 3rd semester. The first-semester-students didn't need to input their KRS, because it's automatically handled by the administrator of the faculty. I've prepared the list of courses that I want to take and arranged my class schedule. Well, I totally hope there will be less fallen tribute tomorrow. And I also hope, I will get those courses that I want to take this semester.

And maybe, there's a question between all of you : why do I choose to use English now. Yea, it's because I want to improve my English too. And I also hoping for your corrections to help me improving my English, too.


Ok, I think that's all for now. I'll write again later.
C U~

Senin, 10 Juli 2017

Simbolisasi Moralitas yang Tercermin Melalui Penokohan dalam Naskah Drama Sidang Susila

Simbolisasi Moralitas yang Tercermin Melalui Penokohan dalam Naskah Drama Sidang Susila

Oleh :

Ika Rahma Maulidina Yuliastuti
Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga

Pendahuluan
Naskah drama “Sidang Susila” merupakan buah karya Ayu Utami dan Agus Noor. Lakon ini dipentaskan secara perdana oleh Teater Gandrik di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 21-23 Februari 2008.
Sidang Susila merupakan sebuah lakon yang mengusung tema besar mengenai moralitas. Lakon ini mengandung banyak simbolisasi dan metafora di dalamnya yang menggambarkan sebuah upaya yang bertujuan untuk memonopoli kebenaran moral. Lakon ini juga menggambarkan kondisi suatu bangsa dimana nilai moralitas menjadi sesuatu yang sensitif. Tokoh jaksa dan hakim yang seharusnya bertugas untuk menggunakan wewenangnya dengan baik untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, dalam naskah ini digambarkan mereka menyelewengkan wewenangnya untuk kepentingannya pribadi, dengan sengaja menyalahkan terdakwa. Hal ini tentunya sangat berlawanan. Tokoh Susila, yang merupakan terdakwa, digambarkan bersalaah karena dianggap melanggar Undang-undang Susila. Tuduhan itu disematkan kepadanya sebagai bentuk penegakan terhadap Undang-undang Susila. Padahal, tuduhan itu hanya dibuat untuk kepentingan beberapa golongan saja, dengan mengatas namakan moralitas.

Sastra dan Simbolisasi dalam Karya Sastra
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1989 : 3).
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di alam semesta, bahkan menyempurnakannya. (Luxemburg, dkk, 1984 : 5).
Berdasarkan dua konsep di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa karya sastra merupakan bagian dari karya seni yang terbentuk karena kreativitas. Dapat pula berarti bahwa karya sastra merupakan sebuah proses penciptaan dan penyempurnan. Dalam prosesnya itu, sang seniman tentunya tetap mempertahankan nilai estetika dari karya sastranya. Unsur kreativitas dan spontanitas – biarpun tidak terang-terangan – dewasa ini pun masih sering dijadikan pedoman (Luxemburg, dkk, 1984 : 5).
Drama merupakan salah satu dari tiga jenis sastra. Dua jenis lainnya adalah prosa dan puisi. Selain merupakan jenis sastra, drama juga merupakan sebuah seni pertunjukan. Drama dinilai sebagai sastra melalui naskah drama yang akan dipentaskan. Sedangkan drama dinilai sebagai seni pertunjukan dari segi pementasan naskah tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah dalam pementasan drama. Perbedaan drama dengan kedua jenis lainnya terletak pada fungsi atau tujuannya. Jika karya sastra prosa dan puisi ditulis untuk dinikmati sebagai teks, maka karya sastra naskah drama ditulis untuk dipanggungkan atau dipentaskan.
Layaknya dua jenis sastra lainnya, naskah drama juga memiliki nilai estetika. Nilai estetika ini dapat dilihat dari gambaran penokohan, narasi, kramagung, maupun dialog-dialog tokoh dalam naskah itu. Karena nilai estetik yang terdapat di dalamnya, karya sastra berupa naskah drama ini perlu dikupas lebih dalam untuk memahami makna di balik karya tersebut. Karya sastra memiliki banyak makna yang terselubung di balik simbol-simbol yang diutarakan oleh sang seniman. Hal itulah yang menjadikan sebuah karya sastra berbeda dengan karya nonsastra. Dalam penelitian sastra yang bersifat hermeneutik (menerangkan teks) penafsiran serta penilaian terhadap karya-karya sastra sendiri-sendiri justru menjadi kancah perhatian (Luxemburg, dkk, 1984 : 3).

Garis Besar Naskah Drama Sidang Susila
Dalam drama Sidang Susila, suasana yang dihadirkan adalah suasana politik suatu negeri yang sedang panas karena masalah moralitas dan nilai-nilai kesusilaan. Disebutkan dalam sebuah laman web Agus Noor, garis besar lakon “Sidang Susila adalah sebagai berikut :
Undang-Undang Susila – yang mengatur soal moralitas dan susila masyarakat – ditetapkan secara sah dan meyakinkan. “Dengan berlakunya Undang-undang Susila ini, maka secara konstitusional kita telah menjadi bangsa yang bermoral dan bertata susila,” demikian ditegaskan oleh tokoh Jaksa. Maka segeralah disusun Garis-garis Besar Haluan Moral Negara, dimana segala macam bentuk pornografi dan pornoaksi akan dihapuskan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Orde moral atau rezim susila pun mulai mencengkeram dan menyeramkan.
Terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap asusila. Orang-orang yang dituduh menyebarkan pornografi pornoaksi, langsung diringkus. Bahkan, orang-orang yang dianggap menyimpan pikiran-pikiran mesum pun ditangkapi. Salah satu yang ditangkap dan menjadi pesakitan itu adalah Susila Parna, seorang penjual mainan berbadan gendut dengan susu kimplah-kimplah. Dia dituduh mempertontonkan tubuhnya yang sensual, ketika ia membuka baju karena kepanasan sehabis ikut tayuban.
Segera Susila di sidang, diperlakukan sebagai pesakitan yang menjijikkan. Dia dianggap lebih berbahaya dari psikopat. Susila didakwa berlapis-lapis, agar masyarakat tahu betaba berbahayanya penjahat susila seperti dia. Tapi sesuatu terjadi diluar rencana. Banyak masyarakat yang kemudian menjadikan Susila sebagai ikon perlawanan. Susila dianggap pembangkang yang berani menentang Undang-undang Susila. Alih-alih menjadi pesakitan, dimata sebagian orang, Susila malah dianggap idola.
Para tokoh yang berkuasa kemudian menyebut-nyebut beberapa organisasi perlawanan, berada di balik semua gerakan perlawanan itu. Ada dua organisasi perlawanan yang dianggap menjadi biang kerusuhan moral, yakni GAM (Gerakan Anti Moralitas) dan OPM (Organisasi Pendukung Maksiat) yang dianggap sebagai kelompok-kelompok ekstrim yang asusila. Kepanikan kian memuncak ketika Susila Parna dikabarkan kabur, menghilang dari selnya. Operasi pencarian dan penangkapan pun kian diintensifkan. Setiap orang yang tertangkap dituduh menjadi bagian organisasi terlarang itu. Mereka kemudian dianggap sebagai penjahat moral menjijikkan yang terus-menerus merongrong stabilitas moral negara. Hingga para warga takut berhubungan dengan para pesakitan itu, takut terkena stigma tidak bersih lingkungan dan kehilangan pekerjaan.
Di balik semua gegap-gempita itu, konflik kepentingan bermunculan. Semua tokoh – seperti Hakim, Jaksa, Pembela, Kepala Keamanan – berusaha mencari kesempatan dari “poyek susila” itu. Bahkan sebagian dari mereka berusaha menyembunyikan perilaku amoral dan asusila mereka dengan kepura-puraan yang adil dan beradab. (Noor, https://agusnoorfiles.wordpress.com/2007/12/12/segera-sidang-susila-teater-gandrik/, akses 25 Juni 2017)

Simbolisasi yang Terdapat dalam Penggambaran Tokoh dalam Naskah
1.      Simbolisasi yang Terdapat dalam Penggambaran Tokoh Susila
Dalam lakon, digambarkan bahwa Susila adalah seorang penjual mainan anak-anak keliling yang bertubuh tambun. Susila ditangkap setelah ikut manari tayub dan duduk dengan membuka baju karena kelelahan dan kepanasan. Tokoh Susila dalam lakon iniditangkap karena dituduh melanggar Undang-undang Susila karena melakukan pornoaksi dan pornografi di hadapan publik. Ia dituduh mempertontonkan tubuhnya yang sensual. Tentunya hal ini berseberangan dengan makna kata “susila” yang sesungguhnya. Kata susila bermakna sopan dan beradab. Sedangkan perbuatan yang dituduhkan pada tokoh Susila, sangat jauh dari makna kata tersebut.
Pada adegan interogasi antara Susila dengan Petugas Keamanan, disebutkan bahwa nama lengkap Susila adalah Susila Parna. Meskipun namanya terdengar seperti nama orang Sunda, ia mengaku berasal dari Jawa, dan di Jawa namanya diucapkan sebagai Susilo Porno atau Susilo Parno. Kata “porno” sendiri mengacu pada sesuatu yang cabul, dan bersifat erotis. Sedangkan kata “parno” mengacu pada sifat paranoid, sebuah penyakit jiwa yang membuat penderita memikirkan sesuatu yang bersifat khayal secara berlebihan. Penggunaan bahasa-bahasa yang dipelesetkan ini mengandung sindiran akan kondisi kesopanan yang sudah dinodai oleh sesuatu yang tidak seharusnya. Menunjukkan bahwa saat ini, kesopanan sudah menurun nilainya dalam masyarakat. Masyarakat dibayangioleh sifat paranoid yang berlebihan terhadap nilai-nilai susila sehingga nilai moralitas menjadi sesuatu yang sangat sensitif.
Tokoh Susila memiliki sifat yang polos, lugu, namun teguh pada pendiriannya. Sifat lugunya terlihat saat ia bertemu deengan Utami, keponakannya yang akan menjadi pembelanya dalam persidangan. Utami menegaskan pada Susila untuk tidak menunjukkan sikap yaang dapat membocorkan identitasnya bahwa ia masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Susila. Namun karena keluguannya dan didukung kegembiraan Susila yang meluap, ia tidak mengerti permintaan keponakannya itu. Ia tetap memanggil Utami dengan sebutan”nduk”, bahkan selama persidangan.
Sifatnya yang teguh pada pendirian terlihat saat Susila tidak terima dituduh bersalah dan tidak mau disuruh membuat pengakuan palsu oleh petugas keamanan, karena ia memang merasa tidak bersalah. Susila juga memiliki sifat yang kritis, terlihat dari caranya menyampaikan argumen dalam persidangan kepada hakim, jaksa dan pembela. Hal ini mencerminkan dan mengajarkan sikap untuk tetap gigih membela kebenaran, meskipun sedang dalam kondisi terpuruk.
Namun, Susila juga disebut sebagai seorang pesakitan oleh para petugas keamanan, jaksa dan hakim. Ungkapan pesakitan ini merupakan bentuk peyorasi dari kata terdakwa. Maknanya, Susila dianggap sebagai manusia yang sangat rendah dan tidak dihargai kemanusiaannya. Meski demikian, Susila tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut.
2.      Simbolisasi yang Terdapat dalam Penggambaran Tokoh Petugas Keamanan
Sifat petugas keamanan yang paling menonjol terlihat dari cara mereka memperlakukan Susila. Petugas yang menjaga sel Susila dinilai terlalu berlebihan dalam menghadapi Susila. Seperti contohnya saat Susila merasa kelaparan dan meminta makan. Petugas itu tidak berani menyerahkan langsung ransum pada Susila karena takut tertular. Mereka menggunakan tongkat panjang untuk memberikan ransum pada Susila. Bahkan, ketika tubuh mereka terpaksa bersentuhan dengan Susila,mereka harus menyemprotkan antiseptik agar tidak tertular virus porno dari Susila. Padahal Susila belum mendapatkan pernyataan resmi bersalah. Tentu perbuatan seperti ini dianggap sangat berlebihan dan tidak berperikemanusiaan. Para petugas juga tidak memperlakukan Susila dengan baik dalam adegan interogasi. Pernyataan Susila tampak tidak disimak dengan baik oleh para petugas itu, sehingga terjadi kesalahpahaman. Bahkan saat Susila berusaha meluruskan kesalahpahaman itu, para petugas itu tidak mengindahkannya dan menganggap apa yang mereka tangkap adalah fakta yang paling benar, dan Susila hanya berusaha membelot.
Hal ini menggambarkan kondisi masyarakat yang cenderung memberikan sebuah justifikasi dan stereotip yang berlebihan terhadap sesuatu yang masih belum tentu keebenarannya. Ketakutan ini menggambarkan bahwa masyarakat masih melihat dari satu sisi yang paling menonjol menurut mereka, dan tidak berpikir untuk mencari konfirmasi apakah informasi itu benar atau tidak sehingga timbullah suatu bentuk pengucilan dari masyarakat. Sifat masyarakat yang seperti ini, tak jarang pula melukai perasaan pihak yang dikucilkan.
Selain itu, Susila juga disebut sebagai seorang pesakitan oleh para petugas keamanan, jaksa dan hakim. Ungkapan pesakitan ini merupakan bentuk peyorasi dari kata terdakwa. Maknanya, Susila dianggap sebagai manusia yang sangat rendah dan tidak dihargai kemanusiaannya.
Para petugas keamanan ini mengikuti perintah dari Hakim dan Jaksa. Terdapat satu adegan dimana Petugas Kepala bersekongkol dengan Hakim untuk membujuk Susila agar mau membuat pengakuan palsu, namun Susila tidak mau karena ia merasa tidak bersalah. Hal itu menggambarkan kegigihan dalam membela kebenaran.
Para petugas juga bersekongkol dengan Mira, seorang penari tayub. Mira membawa misi untuk membujuk Susila agar Susila mau mengaku agar tidak dibunuh. Namun Mira justru membelot dan menyuruh Susila kabur dari selnya.
Selain itu, terdapat pula adegan dimana Petugas Kepala menganggap Susila menjual barang-barang yang bersifat porno. Bukannya mengklarifikasi hal tersebut,iamalah memesan sebuah malajah porno dan mainan seks kepada Susila. Padahal Susila sudah menyatakaan bahwa ia menjual mainan anak-anak. Hal ini menggambarkan bahwa oknum-oknum tertentupun juga ada yang menyelewengkan wewenangnya untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri, padahal ia tahu bahwa hal itu dilarang dan tidak sepantasnya ia lakukan.
3.      Simbolisasi yang Terdapat dalam Penggambaran Tokoh Pembela
Yang bertindak sebagai pembela dalam sidang susila adalah Utami, yang merupakan seorang lulusan Fakultas Hukum dengan predikat suma cum laude. Utami sebenarnya merupakan keponakan Susila. Namun Utami tidak berani mengungkapkan identitasnya sebagai keponakan Susila karena ia harus menjaga dirinya supaya tetap terkesan bersih lingkungan, atau tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan terdakwa. Hal ini penting bagi Utami, agar ia bisa mengajukan pembelaan atas Susila.
Utami dengan gigih membela Susila karena ia tahu Susila sebenarnya tidak bersalah. Demi melakukan hal itu, ia habis-habisan mengajukan argumen-argumen yang meluruskan kesalahpahaman jaksa dengan Susila.
Tokoh Utami ini memberikan gambaran bahwa tidak semua orang di dunia ini memiliki pendapat yang sama. Tiap orang memiliki sudut pandangnya masing-masing, seperti Utami yang menganggap Susila tidak bersalah karena Susila memang tidak pernah melanggar Undang-undang Susila sebagaimana yang dituduhkan padanya.
Dalam persidangan, terdapat adegan dimana Pembela menyampaikan argumen dengaan cara dinyanyikan dan diiringi musik. Hal tersebut juga diikuti oleh lakon Jaksa. Bahkan, lakon Hakim yang seharusnya bisa mengembalikan suasana sidang juga ikut menikmati alunan musik tersebut. Padahal, dalam sidang di kehidupan yang sebenarnya, tentu sidang harus dilaksanakan dengan serius dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Hal ini menggambarkan sebuah pelaksanaan hukum yang tidak serius. Meskipun argumen yang disampaikan adalah argumen yang sifatnya serius, namun cara penyampaiannya lebih cocok untuk dikategorikan sebagai sebuah acara hiburan daripada sebuah acara sidang yang formal. Hukum masih dianggap sebagai sesuatu yang main-main.
4.      Simbolisasi yang Terdapat dalam Penggambaran Tokoh Hakim dan Jaksa
Tokoh hakim dalam lakon ini terasa memiliki hubungan atau kesepakatan khusus terkait dengan pelaksanaan sidang susila. Mereka tampak menggunakan kesepakatan itu untuk kepentingan mereka sendiri.
Persekongkolan antara tokoh Jaksa dan Hakim ini juga melibatkan tokoh lain, seperti petugas kemanan. Tujuan mereka sama : bekerja sama untuk memonopoli kebenaran agar Susila dapat dihukum mau mengaku bersalah. Mereka juga bekerja sama untuk menghentikan Utami dan pembelaannya terhadap Susila. Hal ini terbukti bahwa terdapat pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi di tengah peliknya situasi, bahkan bersedia memonopoli kebenaran demi mendapatkan hal itu.
Dalam naskah ini, terungkap pula bahwa tokoh Jaksa dan Hakim juga tidak luput dari pelanggarn Undang-undang Susila. Tokoh Hakim pernah terangsang di muka publik. Hal itu tak dibenarkan menurut Undang-undang Susila. Lalu tersirat bahwa tokoh Jaksa pernah memiliki hubungan khusus dengan Utami, namun hal itu jauh sebelum kasus Susila ini ada. Hal tersebut bermakna bahwa bahkan orang yang terlihat paling bersih,juga memiliki kesalahan dan catatan hitam dalam hidupnya.
Kesimpulan
Dalam naskah drama ini,nilai moralitas sangat jelas terlihat. Hal ini juga relevan dengan kondisi moral bangsa yang terkesan amburadul karena banyaknya oknum-oknum yang mengambil keuntungan pribadi tanpa peduli dengan dampaknya pada lingkungan sekitar.
Kerusakan moral yang terjadi dewasa ini sudah dapat dibilang cukup parah. Sikap masyarakat yang cenderung senang memberi label dan stereotip pada suatu hal tentunya sangat berpotensi memecah belah bangsa. Apalagi, hukum yang ada saat ini sifatnya cenderung dianggap masin-main juga dinilai kurang bisa memberikan solusi.
Namun, untuk mengatasi itu, hadir tokoh Susila dan Utami yang terus berjuang membela kebenaran, meski jalan yang ditempuh sangat sulit. Mereka inilah yang berani melawan stereotip dan gigih memperjuangkan moralitas yang sesungguhnya.


Daftar Pustaka
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Wellek, René dan Austin Warren. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Agus Noor Files | Dunia Para Penyihir Bahasa. 12 Desember 2007. Segera : “Sidang Susila” Teater Gandrik!. Diakses pada 25 Juni 2017. https://agusnoorfiles.wordpress.com/2007/12/12/segera-sidang-susila-teater-gandrik/

Bank Naskah Teater & Naskah Drama. 14 Mei 2010. Sidang Susila. Diakses pada 22 Juni 2017. bandarnaskah.blogspot.co.id/2010/05/sidang-susila.html?m=1

Selasa, 26 Juli 2016

Have You Ever Feel Baka and Thankful at the Same Time?


Aku masih mengingatnya dengan sangat baik.


9 Mei 2016. Hari yang cukup menyakitkan bagiku.

Kalian yang berada pada angkatan pendidikan yang sama denganku pasti mengerti. Hari itu hari pengumuman SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi).

Di pagi hari itu, salah seorang sahabatku mengajakku berkunjung ke sekolah, mengambil undangan wisuda dan menenangkan hati untuk menyambut pengumuman itu. Tentu kami mengharapkan tulisan "DITERIMA" di laman pengumuman kami. Kala itu pukul 9 pagi, masih 4 jam sebelum pengumuman. Aku tidak bisa tenang. Kami tidak bisa tenang. Sebenarnya dia sudah diterima di sebuah PTS, namun tentu saja, pengumuman ini sangat mendebarkan. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja dan menanti pengumuman itu di rumah. Aku sendirian di rumah kala itu, dan benar-benar merasa kesepian. Namun dalam hati aku terus berdoa agar mendapat hasil yang baik.

Mengapa sangat kuharapkan pernyataan "DITERIMA" itu? Padahal banyak kakak kelas yang sudah memberi "aware" dari awal untuk tidak menggantungkan harapan pada SNM ini. Namun entah, rasa percaya diriku sangat tinggi, aku sangat yakin akan meraih universitas dan jurusan yang sudah kudambakan sejak memasuki jenjang SMA.
Aku menjadi terlalu yakin, hingga lupa dengan kemungkinan terburuk.

Pukul satu siang. Aku sudah siap di depan layar monitor, mengetikkan laman web yang menggantung nasibku itu. Resah kian meningkat saat laman itu tak bisa dibuka.
Aku panik. Ingin menangis rasanya. Lalu kubuka salah satu akun sosial media yang kumiliki, bermaksud meminta tolong pada salah satu temanku.

Rupanya banyak notif dan chat yang sudah masuk. Kalimat mereka beragam, namun inti yang mereka tanyakan sama : bagaimana hasil pengumumanmu?

Aku semakin resah ketika mengetahui banyak temanku sudah berhasil membuka laman tersebut, dan memperoleh hasil yang memuaskan. Iri? Yah, mungkin begitu. Namun kuenyahkan segera pikiran itu. Itu memang rezeki mereka.

Akupun kembali pada tujuan awalku, dan segera kuchat seorang sahabatku. Ia sudah mengetahui hasil pengumumannya dan diterima di salah satu PTN di Surabaya. PTN yang juga menjadi incaranku.

Lama dia tak membalas chatku. Perasaanku semakin tak karuan, hingga tiba-tiba ia membalas.
"Ir..." panggilnya
"Ya? Gimana? Sudah bisa?" Balasku terburu-buru.
"Maaf ya..." Ia membalas. Aku bingung. Tiba-tiba ia mengirim screenshot pengumumanku. Aku membacanya dengan teliti, dan hatiku hancur seketika.

"ANDA DINYATAKAN TIDAK LOLOS SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI 2016"

Hatiku mencelos. Tanpa kusadari, aku menangis. Aku berterima kasih padanya dan ia menyemangatiku. Hal itu malah menambah kepiluanku. Ya, kalian mungkin bisa berkata aku berlebihan, aku terlalu hiperbolis, atau semacamnya, namun itu yang kurasakan. Aku benar-benar merasa baka. Baka. Baka. Baka.

Teman-temanku semakin banyak yang mengirimkan kabar gembiranya. Mereka tampak sangat bahagia, bahkan teman-temanku yang juga senasib denganku terlihat tidak semerana diriku. Aku semakin frustasi.

Lalu, dua orang kakak kelasku saat SMP mengirim personal chat padaku. Menanyakan bagaimana hasil pengumumanku. Kujawab saja apa adanya. Mereka memahami perasaanku dan berusaha menghibur serta menyemangatiku.
"Tenang aja dek, snm bukan akhir segalanya. Malah bagus sekarang kamu bisa belajar buat sbm. Ayo semangat!" begitu inti percakapan kami. Memang, salah satu dari mereka mengikuti ujian SBMPTN lagi tahun ini. Yang satunya, sepertinya memiliki daya hipnotis yang kuat untuk menyemangatiku belajar. Hatiku menjadi lebih ringan dibuatnya. Seorang sahabatku yang lain juga membantuku memulihkan hatiku. Aku semakin mantap kala mendaftar untuk ikut SBMPTN.

Maka hari-hariku setelah itu dipenuhi oleh lembaran-lembaran soal latihan. Seringkali aku belajar sendiri, namun terkadang bersama sahabatku. Kala itu aku benar-benar besyukur pernah iseng mengunduh latihan soal sbmptn saat kelas 11. Iseng yang membawa berkah.
Sebelum pengumuman snm, seorang temanku yang lain penah menawaiku untuk ikut try out. Awalnya aku enggan, dan aku mendaftar hanya untuk iseng, karena aku yakin aku tidak akan sampai harus mengikuti SBMPTN. Aku kembali menyukuri keisenganku.

Setelah try out itu, kepercayaan diriku pada SBMPTN ini mulai meningkat. Namun aku memiliki perasaan aneh bahwa aku akan diterima, namun tidak pada pilihan pertamaku,melaikan pilihan kedua. Namun kutepis perasaan itu dan meyakinkan diri bahwa apapun hasilnya, pasti itu yang terbaik menurut-Nya.

Jujur, jika bukan karena kedua kakak kelas dan sahabatku yang menyuruhku belajar terus-terusan, aku tidak akan membuka buku dan lembaran soal latihanku dengan rutin. Mungkin buku dan lembaran itu hanya kubuka lalu kubiarkan. Untuk hal ini aku benar-benar berterima kasih pada kalian.

Agak menggelikan juga karena pada masa ini aku menjadi sangat stress dan teman-temankupun merasakannya. Banyak yang menanyakan apa aku benar-benar tidak apa-apa saat ikut berkomentar nyeleneh dari aku biasanya. Hal ini cukup menghiburku ditengah suntuknya belajar.

Hari yang kunanti itu akhirnya tiba. 31 Mei 2016. Aku menyebutnya Hari Perang. Aku sangat tegang kala itu. Apalagi, saat melihat model soalnya yang cukup berbeda dengan soal-soal latihanku dan soal sbm tahun lalu. Pikiranku langsung kacau.

Tes sesi pertamaku, TKPA, berlalu dengan tidak mulus. Saat waktu berakhir, seluruh soal matdas (matematika dasar) tidak sempat kuhitung. Akhirnya kujawab sembarangan. Aku benar-benar frustasi.
Tes sesi keduaku, TKD Soshum, berjalan lebih baik. Aku merasa sangat percaya diri dengan jawabanku, dan selesai setengah jam sebelum waktu habis. Tanpa sadar aku tertidur selama lima belas menit setelahnya.

Hari-hari penantian pengumuman menjadi sedikit membosankan, dan menakutkan. Aku dilanda trauma. Terlebih lagi, salah seorang kakak kelasku itu benar-benar menekankan untuk tidak berhenti belajar sebelum memiliki "cantolan" di perguruan tinggi. Maka akhirnya aku mendaftar di salah satu PTS di Surabaya. Cukup senang karena aku bisa mendaftar tanpa harus ikut tes terlebih dahulu. Aku langsung dinyatakan diterima, dan diminta mengikuti prosedur pendaftaan ulang. Perasaanku sedikit lebih ringan, namun bukan bearti ganjalan di hatiku hilang begitu saja.

Akhirnya hari itu tiba. 28 Juni 2016. Hari ketika hasil SBMPTN akan diumumkan. Aku masih ingat, siang itu, aku benar-benar stress, takut kejadian tanggal 9 Mei terulang lagi. Maka aku dan seorang sahabatku kabur dari pengumuman ke sebuah cinema. Namun kami tak bisa lari begitu saja Orangtua kami tak henti-hentinya menelpon, menanyakan hasil yang kami peroleh. Akhirnya kami menyerah. Di tengah film, kami mengecek hasil pengumuman kami, atau lebih tepatnya, dia yang mengecek hasil pengumuman kami. Dia bilang dia tidak lolos. Namum dia tak mau memberitahukan pengumumanku padaku. Mengesalkan juga saat itu. Hatiku semakin tak karuan.

Setelah film berakhir, barulah dia memberitahuku. Aku membacanya seksama, memastikan tak ada satupun kalimat yang terlewat.

Selamat! Anda dinyatakan lulus seleksi SBMPTN 2016 

Dadaku serasa meledak. Aku bingung, seakan semua ini tidak nyata. Bahagia? Yah, alhamdulillah. Rasanya seperti mimpi.

Kakak kelasku itu juga diterima di jurusan dan PTN yang memang dia inginkan. Kebahagiaanku semakin berlipat mendengarnya.

Namun aku sadar, aku harus memilih antara PTN dan PTS ini. Jurusan yang kuambil di PTS adalah jurusan yang kuimpikan sejak SMA, dan akreditasinya tidak kalah dengan PTN lain. Sedangkan di PTN ini, memang bukan jurusan yang aku impikan, namun bukan berarti aku tidak suka. Ini jurusan kedua yang kuimpikan. Karena pusing memilih, akhirnya aku meminta saran pada keluarga besarku, dan mayoritas suara memilih aku melanjutkan studi di PTN ini.

Yah, begitulah. Aku bersyukur mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi disini. Semoga ini akan menjadi awal yang baik pula.

Untuk kalian yang masih gundah, bersabarlah, dan teruslah berjuang. Allah sudah menyiapkan masa depan yang terbaik bagimu, maka jalanilah dengan ikhlas tiap prosesnya ;)

KeepSmile!:)

Senin, 25 Juli 2016

Light Side vs Dark Side (Me Version)


Merasa tidak asing dengan kalimat di atas? Jika demikian, mungkin kamu seorang Potterhead *toss :v

Yea, happiness can be found even in the darkest of the times, if one only remembers to turn on the light. Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore yang mengucapkannya di film HP3 (Harry Potter and the Prisoner of Azkaban) Sebuah kalimat sederhana, namun sangat bermakna.

Happiness, dalam aturan grammar bahasa inggris, merupakan sebuah noun, alias kata benda. Happiness bisa berarti kebahagiaan, dan siapa sih yang pengen nggak bahagia? Orang gila aja hidupnya bahagia terus.

Nah, namun seringkali,kita merasa unhappy dalam hidup ini, yang jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan galau akut dan berujung pada stress berlebihan. Serem? Jelas. Orang yang lagi stress biasanya mudah kehilangan kendali atas dirinya. Sisi gelap dirinyalah yang menguasainya hingga mampu melakukan sesuatu yang layak mendapat label "adegan berbahaya, jangan lakukan ini dirumah" lengkap dengan efek blur setelah disensor.

Pernah merasakan yang seperti itu? Jika pernah, tidak apa-apa. kamu nggak sendirian kok. Aku juga pernah. Memang tak nyaman rasanya. Karena itu, kalau kalian mulai merasa "dikuasai" dark side, segeralah cari kegiatan yang positif. Istilah Dumbledorenya, turn on the light.

Cahayanya tentu bisa datang dari mana saja. Contoh dengan mendengarkan lagu favorit, curhat dengan orang yang terpercaya, nonton film favorit, berteriak, makan coklat, atau apapun yang tidak akan merugikan orang lain. Cara terbaik, tentu dengan berdo'a. Istilah kerennya curhat sama Allah. Karena Allah-lah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Hanya Allah yang mampu menghilagkan kegundahan itu. Bisa saja, dark side yang mampu membuatmu lumpuh itu hanyalah lelucon dari syaitan.

Nah, jadi, don't lose yourself, ok. Jangan biarkan syaitan menguasaimu.Galau boleh, asal galaunya untuk hal yang positif dan mampu membawa perubahan yang positif pula (p.s : bukan positif hamil)

Keeyy, thats all from me'-')b

Keep Smile!:)

New Beginning. Ready?

Baiklaah, jadi, seperti yang kalian tahu, terakhir aku menulis disini--sebelum berkelana  ke dunia antahberantah--aku masih kelas 10, atau mungkin 11. Aku bahkan sudah lupa.

Nah, sekarang aku sudah lulus. Lulus SMA.
Rasanya kau terbebas dari sekolah yang mewajibkan siswanya mengenakan seragam dalam keseharian itu menyenangkan banget! Apalagi kau mendapat status baru sekarang : Calon Mahasiswa Baru. Wah!
Itulah salah satu hal menyenangkan dalam hidup. Namun bukan berarti segalanya. Justru disinilah hidup yang sebenarnya dimulai.

Bagaimana suksesnya dirimu nanti, kamulah yang menentukan, mulai dari titik ini. Don't waste your time for those useless stuff again, dude. Start to be productive.

Jika kau tidak mampu mengatur dirimu sendiri, bagaimana kau mampu mengatur masa depanmu?

Ok sekian.

Keep Smle!:)

I'm back (again)

Yoman. It's been 2 years since my last post here, hiks.

Yah, baiklah. Sejujurnya aku hampir lupa kalo aku punya blog ini. Dan itu benar-benar mengawali ketidakproduktivanku.

Ok, jadi, post ini menandai(?) kembalinya aku ke dunia blogging, dan semoga, nggak sampe "libur panjang" lagi dari blog.

Yah, sekian'-'

Keep Smile!:)

Senin, 29 Desember 2014

Err... hai'-'

Uhmm, well, udah lama banget nggak nge-update disini yaa wkwk *bersihin sawang* XD
Naah, bentar lagi kan 2015 nih yaa, hmm, just hope there would be something special in this year... no, I hope all day would be a special day in this year, yeah ;)

Liburan pada kemana niih? Ada yang ke Merkurius? Venus? Mars? Jupiter? Saturnus? Uranus? Neptunus? *dilempar roket._.V*
Yah, kemanapun kalian, minumnya... eh salah, kemanapun kalian, pokoknya nikmati setiap detik dari apa yang kalian lakukan sekarang dan ambil pelajaran darinya ;;;))))
Hmm, entah kenapa yaa, seperti postingan sebelum-sebelumnya, liburan tahun baru itu kok selalu terasa sepi. Why? Dunno. Sejujurnya aku bingung juga sih. Yah, sudahlah.. aku bingung mau nulis apa lagi'-' dadaaahh~

Keep Smile! :)