Selasa, 26 Juli 2016

Have You Ever Feel Baka and Thankful at the Same Time?


Aku masih mengingatnya dengan sangat baik.


9 Mei 2016. Hari yang cukup menyakitkan bagiku.

Kalian yang berada pada angkatan pendidikan yang sama denganku pasti mengerti. Hari itu hari pengumuman SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi).

Di pagi hari itu, salah seorang sahabatku mengajakku berkunjung ke sekolah, mengambil undangan wisuda dan menenangkan hati untuk menyambut pengumuman itu. Tentu kami mengharapkan tulisan "DITERIMA" di laman pengumuman kami. Kala itu pukul 9 pagi, masih 4 jam sebelum pengumuman. Aku tidak bisa tenang. Kami tidak bisa tenang. Sebenarnya dia sudah diterima di sebuah PTS, namun tentu saja, pengumuman ini sangat mendebarkan. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja dan menanti pengumuman itu di rumah. Aku sendirian di rumah kala itu, dan benar-benar merasa kesepian. Namun dalam hati aku terus berdoa agar mendapat hasil yang baik.

Mengapa sangat kuharapkan pernyataan "DITERIMA" itu? Padahal banyak kakak kelas yang sudah memberi "aware" dari awal untuk tidak menggantungkan harapan pada SNM ini. Namun entah, rasa percaya diriku sangat tinggi, aku sangat yakin akan meraih universitas dan jurusan yang sudah kudambakan sejak memasuki jenjang SMA.
Aku menjadi terlalu yakin, hingga lupa dengan kemungkinan terburuk.

Pukul satu siang. Aku sudah siap di depan layar monitor, mengetikkan laman web yang menggantung nasibku itu. Resah kian meningkat saat laman itu tak bisa dibuka.
Aku panik. Ingin menangis rasanya. Lalu kubuka salah satu akun sosial media yang kumiliki, bermaksud meminta tolong pada salah satu temanku.

Rupanya banyak notif dan chat yang sudah masuk. Kalimat mereka beragam, namun inti yang mereka tanyakan sama : bagaimana hasil pengumumanmu?

Aku semakin resah ketika mengetahui banyak temanku sudah berhasil membuka laman tersebut, dan memperoleh hasil yang memuaskan. Iri? Yah, mungkin begitu. Namun kuenyahkan segera pikiran itu. Itu memang rezeki mereka.

Akupun kembali pada tujuan awalku, dan segera kuchat seorang sahabatku. Ia sudah mengetahui hasil pengumumannya dan diterima di salah satu PTN di Surabaya. PTN yang juga menjadi incaranku.

Lama dia tak membalas chatku. Perasaanku semakin tak karuan, hingga tiba-tiba ia membalas.
"Ir..." panggilnya
"Ya? Gimana? Sudah bisa?" Balasku terburu-buru.
"Maaf ya..." Ia membalas. Aku bingung. Tiba-tiba ia mengirim screenshot pengumumanku. Aku membacanya dengan teliti, dan hatiku hancur seketika.

"ANDA DINYATAKAN TIDAK LOLOS SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI 2016"

Hatiku mencelos. Tanpa kusadari, aku menangis. Aku berterima kasih padanya dan ia menyemangatiku. Hal itu malah menambah kepiluanku. Ya, kalian mungkin bisa berkata aku berlebihan, aku terlalu hiperbolis, atau semacamnya, namun itu yang kurasakan. Aku benar-benar merasa baka. Baka. Baka. Baka.

Teman-temanku semakin banyak yang mengirimkan kabar gembiranya. Mereka tampak sangat bahagia, bahkan teman-temanku yang juga senasib denganku terlihat tidak semerana diriku. Aku semakin frustasi.

Lalu, dua orang kakak kelasku saat SMP mengirim personal chat padaku. Menanyakan bagaimana hasil pengumumanku. Kujawab saja apa adanya. Mereka memahami perasaanku dan berusaha menghibur serta menyemangatiku.
"Tenang aja dek, snm bukan akhir segalanya. Malah bagus sekarang kamu bisa belajar buat sbm. Ayo semangat!" begitu inti percakapan kami. Memang, salah satu dari mereka mengikuti ujian SBMPTN lagi tahun ini. Yang satunya, sepertinya memiliki daya hipnotis yang kuat untuk menyemangatiku belajar. Hatiku menjadi lebih ringan dibuatnya. Seorang sahabatku yang lain juga membantuku memulihkan hatiku. Aku semakin mantap kala mendaftar untuk ikut SBMPTN.

Maka hari-hariku setelah itu dipenuhi oleh lembaran-lembaran soal latihan. Seringkali aku belajar sendiri, namun terkadang bersama sahabatku. Kala itu aku benar-benar besyukur pernah iseng mengunduh latihan soal sbmptn saat kelas 11. Iseng yang membawa berkah.
Sebelum pengumuman snm, seorang temanku yang lain penah menawaiku untuk ikut try out. Awalnya aku enggan, dan aku mendaftar hanya untuk iseng, karena aku yakin aku tidak akan sampai harus mengikuti SBMPTN. Aku kembali menyukuri keisenganku.

Setelah try out itu, kepercayaan diriku pada SBMPTN ini mulai meningkat. Namun aku memiliki perasaan aneh bahwa aku akan diterima, namun tidak pada pilihan pertamaku,melaikan pilihan kedua. Namun kutepis perasaan itu dan meyakinkan diri bahwa apapun hasilnya, pasti itu yang terbaik menurut-Nya.

Jujur, jika bukan karena kedua kakak kelas dan sahabatku yang menyuruhku belajar terus-terusan, aku tidak akan membuka buku dan lembaran soal latihanku dengan rutin. Mungkin buku dan lembaran itu hanya kubuka lalu kubiarkan. Untuk hal ini aku benar-benar berterima kasih pada kalian.

Agak menggelikan juga karena pada masa ini aku menjadi sangat stress dan teman-temankupun merasakannya. Banyak yang menanyakan apa aku benar-benar tidak apa-apa saat ikut berkomentar nyeleneh dari aku biasanya. Hal ini cukup menghiburku ditengah suntuknya belajar.

Hari yang kunanti itu akhirnya tiba. 31 Mei 2016. Aku menyebutnya Hari Perang. Aku sangat tegang kala itu. Apalagi, saat melihat model soalnya yang cukup berbeda dengan soal-soal latihanku dan soal sbm tahun lalu. Pikiranku langsung kacau.

Tes sesi pertamaku, TKPA, berlalu dengan tidak mulus. Saat waktu berakhir, seluruh soal matdas (matematika dasar) tidak sempat kuhitung. Akhirnya kujawab sembarangan. Aku benar-benar frustasi.
Tes sesi keduaku, TKD Soshum, berjalan lebih baik. Aku merasa sangat percaya diri dengan jawabanku, dan selesai setengah jam sebelum waktu habis. Tanpa sadar aku tertidur selama lima belas menit setelahnya.

Hari-hari penantian pengumuman menjadi sedikit membosankan, dan menakutkan. Aku dilanda trauma. Terlebih lagi, salah seorang kakak kelasku itu benar-benar menekankan untuk tidak berhenti belajar sebelum memiliki "cantolan" di perguruan tinggi. Maka akhirnya aku mendaftar di salah satu PTS di Surabaya. Cukup senang karena aku bisa mendaftar tanpa harus ikut tes terlebih dahulu. Aku langsung dinyatakan diterima, dan diminta mengikuti prosedur pendaftaan ulang. Perasaanku sedikit lebih ringan, namun bukan bearti ganjalan di hatiku hilang begitu saja.

Akhirnya hari itu tiba. 28 Juni 2016. Hari ketika hasil SBMPTN akan diumumkan. Aku masih ingat, siang itu, aku benar-benar stress, takut kejadian tanggal 9 Mei terulang lagi. Maka aku dan seorang sahabatku kabur dari pengumuman ke sebuah cinema. Namun kami tak bisa lari begitu saja Orangtua kami tak henti-hentinya menelpon, menanyakan hasil yang kami peroleh. Akhirnya kami menyerah. Di tengah film, kami mengecek hasil pengumuman kami, atau lebih tepatnya, dia yang mengecek hasil pengumuman kami. Dia bilang dia tidak lolos. Namum dia tak mau memberitahukan pengumumanku padaku. Mengesalkan juga saat itu. Hatiku semakin tak karuan.

Setelah film berakhir, barulah dia memberitahuku. Aku membacanya seksama, memastikan tak ada satupun kalimat yang terlewat.

Selamat! Anda dinyatakan lulus seleksi SBMPTN 2016 

Dadaku serasa meledak. Aku bingung, seakan semua ini tidak nyata. Bahagia? Yah, alhamdulillah. Rasanya seperti mimpi.

Kakak kelasku itu juga diterima di jurusan dan PTN yang memang dia inginkan. Kebahagiaanku semakin berlipat mendengarnya.

Namun aku sadar, aku harus memilih antara PTN dan PTS ini. Jurusan yang kuambil di PTS adalah jurusan yang kuimpikan sejak SMA, dan akreditasinya tidak kalah dengan PTN lain. Sedangkan di PTN ini, memang bukan jurusan yang aku impikan, namun bukan berarti aku tidak suka. Ini jurusan kedua yang kuimpikan. Karena pusing memilih, akhirnya aku meminta saran pada keluarga besarku, dan mayoritas suara memilih aku melanjutkan studi di PTN ini.

Yah, begitulah. Aku bersyukur mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi disini. Semoga ini akan menjadi awal yang baik pula.

Untuk kalian yang masih gundah, bersabarlah, dan teruslah berjuang. Allah sudah menyiapkan masa depan yang terbaik bagimu, maka jalanilah dengan ikhlas tiap prosesnya ;)

KeepSmile!:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar